Senin, 28 Juni 2010

ANAK ADALAH AMANAH DARI ALLAH SWT

By. Faqih ar-Rafa’i bin Prayitno SKM bin H. Mukri
(Abu Anis)
Pemerhati Anak/Remaja
Mukadimah

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menurunkan petunjuk dan dinul Islam yang haq. Semoga shalawat dan salam disampaikan kepada baginda Rasulullah Saw., keluarga dan para sahabatnya yang telah berupaya menyebarkan dan menyampaikan cahaya Islam ini, serta seluruh kaum Muslim yang tetap istiqomah dijalan yang hanif ini.
Suatu kejadian atau peristiwa hanya sekali terjadi, maka pikirkanlah sebelum kita kecewa yang sekian kalinya. Pernyataan ini hanya sekedar buat renungan kita dalam melakukan suatu aktivitas. Salah satunya dalam hal merawat, mendidik dan membina anak-anak sehingga menjadi anak-anak yang kita harapkan, yakni menjadi anak yang sholeh(ah).

Dimana sangat luar biasa, banyak fakta yang menunjukkan kasus-kasus perampasan hak-hak anak, mulai dari ruang lingkup keluarga tempat anak dibesarkan, masyarakat tempat anak hidup tumbuh dan berkembang, hingga pengabaian negara terhadap hak-hak warganegaranya. Puncak fenomena yang saat ini seperti menyayat mata kita adalah kasus sodomi dan pembunuhan anak-anak jalanan secara sadis oleh Baekuni (Babe); seorang pedagang asong di Jakarta, yang menyodomi, membunuh sekaligus memutilasi sedikitnya 14 anak jalanan. Kenyataannya, hingga hari ini pembunuhan dan penganiayaan anak hanyalah sekelumit dari sekian banyak masalah perampasan hak-hak anak-anak kita.

Kasus pornografi dan porno aksi telah menjalar ke anak-anak kita misalnya adanya kasus video mesum seorang artis yang sengaja disebarkan namun tindak lanjutnya oleh aparatur pemerintah tidak membuat jera manusia untuk melakukan perbuatan tersebut?
Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah Islam memiliki jalan keluar yang akan menyelamatkan dan melindungi anak-anak kita? 

Juga mengapa saat ini semakin banyak generasi jauh dari harapan orang tua terhadap anak-anaknya? Apa yang menyebabkan semua itu? Apakah semua itu kesalahan orang tua secara mutlak yang tidak mampu mendidik anak-anaknya menuju jalan Islam?

Inilah beberapa pertanyaan yang menggugah saya menulis, karena saya ingin semua orang juga dapat merasakan apa yang saya rasakan dalam hal merawat, mendidik, dan membina anak-anak.

Tujuan dan Asas Pendidikan Islam

Terlebih dahulu penulis meluruskan dasar tujuan pendidikan anak dalam Islam adalah membentuk generasi berkualitas pemimpin, yakni (1) berkepribadian Islam, (2) menguasai tsaqofah Islam, dan (3) menguasai ilmu kehidupan (sains dan teknologi) yang memadai. Apabila ke tiga tujuan ini tercapai, maka akan terwujudlah generasi pemimpin yang individunya memiliki ciri sebagai insan yang sholeh/sholehah, sehat, cerdas dan peduli bangsa.

Setiap orang harus siap untuk menjadi pemimpin. Karena kepemimpinan itu sebuah sunatullah dan merupakan amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT kelak. Sebagaimana ditegaskan didalam sabda Rasulullah SAW: “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya... (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dari Ibnu Umar).

Upaya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam ini sangat erat kaitannya dengan sistem hidup Islam. Sebagai bagian yang menyatu (integral) dari sistem kehidupan Islam, pendidikan memperoleh masukan dari supra sistem, yakni keluarga dan masyarakat atau lingkungan, dan memberikan hasil/keluaran bagi suprasistem tersebut. Sementara sub-sub sistem yang membentuk sistem pendidikan antara lain adalah tujuan pendidikan itu sendiri, anak didik (pelajar/mahasiswa), manajemen, struktur dan jadwal waktu, materi, tenaga pendidik/pengajar dan pelaksana, alat bantu belajar, teknologi, fasilitas, kendali mutu, penelitian dan biaya pendidikan.

Interaksi fungsional antar subsistem pendidikan dikenal sebagai proses pendidikan. Proses pendidikan dapat terjadi di mana saja, sehingga berdasarkan pengorganisasian serta struktur dan tempat terjadinya proses tersebut dikenal adanya pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Melalui proses ini diperoleh hasil pendidikan yang mengacu pada tujuan pendidikan yang telah ditentukan.

Untuk menjaga kesinambungan proses pendidikan dalam menjabarkan pencapaian tujuan pendidikan, maka keberadaan kurikulum pendidikan yang integral menjadi suatu kebutuhan yang tak terelakkan. Kurikulum pendidikan integral sangatlah khas dan unik. Kurikulum ini memiliki ciri-ciri yang sangat menonjol pada arah, azas, dan tujuan pendidikan, unsur-unsur pelaksana pendidikan serta pada struktur kurikulumnya.

Azas pendidikan Islam adalah aqidah Islam. Azas ini berpengaruh dalam penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar, kualifikasi guru, budaya yang dikembangkan dan interaksi diantara semua komponen penyelenggara pendidikan. Yang dimaksud dengan menjadikan aqidah Islam sebagai azas atau dasar dari ilmu pengetahuan adalah menjadikan aqidah Islam sebagai standar penilaian. Dengan istilah lain, aqidah Islam difungsikan sebagai kaidah atau tolak ukur pemikiran dan perbuatan.

Meningkatkan Ketaqwaan

Rasulullah saw pun mengajarkan do’a: “Aku memohon cinta-Mu, serta cinta perbuatan yang mampu mendekatkanpada cinta-Mu.” (HR Turmudzi dari Mu’adz bin Jabbal).

Ibadah kurban adalah salah satu bentuk taqarrub kepada Allah SWT. Sebagaimana Firman-Nya dalam Surah Al-Kautsar ayat 1-3: “Sungguh kami telah memberikan kepadanya nikmat yang banyak. Maka, dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sungguh orang-orang yang membencimu dialah yang terputus.”
Kata Qurban berasal dari bahasa Arab, yang artinya “dekat”. Nabi saw mengingatkan: ”Siapa yang mempunyai kesanggupan dan kemampuan untuk berkurban, tapi tak mau berkurban, jangan mendekati Musholla kami.”

Jelas, bukan darah dan daging kurban itu yang sampai kepada-Nya, melainkan ketakwaan yang berkurban. Mengutip Imam Nawawi, takwa adalah “Menaati perintah dan larangan-Nya”. Atau dalam bahasa Imam al-Jurjani, “Taqwa yaitu menjaga diri dari pekerjaan yang mengakibatkan siksa, baik dengan melakukan perbuatan atau meninggalkannya.”

Lalu, seperti Tanya Zaid bin Arqam,” Apa yang kita peroleh dari berkurban?” Rasulullah saw menjelaskan, “sungguh pada setiap bulu yang menempel di kulitnya terdapat kebaikan.” Wallahu A’lam.

Sejauhmana Memahami Anak
KH Abdullah Gymnastiar dalam tulisannya “Belajar Memahami Anak-anak” mengatakan bahwa anak merupakan amanah Allah yang harus kita didik agar menjadi anak saleh yang dapat membantu orang tuanya menjadi ahli surga. Bukankah selain ilmu yang bermanfaat dan amal jariyah, doa anak yang saleh merupakan amalan yang tidak akan putus walaupun kita wafat kelak? Memang tidak mudah hanya sekadar mewujudkan cita-cita ini, kalau apa yang kita berikan kepada anak hanya berupa teori-teori hidup belaka.
(http://tentang-pernikahan.com/article/articleindex.php?aid=604)

Tambah Aagym kenyataannya, orang tua perlu berkolaborasi serta memberikan dukungannya bila hendak menerapkan pola hidup yang Islami apalagi terhadap anak-anak. Jangan sampai kita salah dengan alasan untuk melindungi anak sementara di sisi lain kita tengah berusaha sekuat tenaga untuk menegakkan kebenaran (Islam). Kekompakan orang tua dalam keluarga akan sangat membantu melahirkan anak-anak saleh. 

Oleh karena itu, salehkanlah diri kita dulu selaku orang tua. Jika kita, misalnya ingin anak-anak melaksanakan shalat wajib tepat pada waktunya maka kita pun harus menerapkan hal yang sama. Sebab, orang tua merupakan model bagi anak-anaknya. Mereka akan mencontoh apa yang orang tua kerjakan. Jangan mimpi anak akan menjalankan ibadah shaum dengan benar, jika orang tuanya sendiri masih tak konsisten dengan ibadah ini. 

Jika anak melakukan suatu kesalahan maka kita selaku orang tua tidak langsung memarahi anak tetapi kita memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya apalagi jika ia menayakan apakah perilakunya ini salah atau benar, maka kita harus menyambut dengan baik atas kejujuran dan keberanian ia untuk mengatakannya walaupun itu memang salah sehingga kita memberikan sikap yang baik terhadap peristiwa tersebut dengan menegur dan tidak menghakimi anak selama ia tidak melakukan hal yang melanggar hukum syara’. Sebagaimana yang diungkapkan oleh M. Fauzil Adhim mengatakan bahwa harus kita miliki adalah arah yang kuat dalam mendidik anak, cita-cita yang besar, visi yang jelas dan kesediaan untuk terus belajar. Kuncinya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (qaulan sadiida).” (QS. Surat An-Nisaa’ [4] : 9). http://mitrafm.com/2009/12/29/imunisasi-jiwa/ 

Kita sebagai orang tua hendaknya memahami baik karakter seorang anak baik itu perkara umum, artinya dimiliki semua anak maupun perkara khusus, artinya masing-masing anak memang memiliki sifat pembawaan yang berbeda-beda. Jika kita mampu memahami hakekat anak maka insya Allah kita akan mampu merawat, mendidik dan membina anak-anak menuju cahaya Islam bukan hanya sekedar KTP, artinya hanya sekedarnya namanya saja Islam sehingga anak tidak memahami esensi hidupnya di dunia ini.

Perkara-perkara tersebut haruslah kita lebih dahulu memahami anak secara umum dan kita perlakukan demikian. Adapun secara khusus, akan terjadi secara alami dalam hal merawat, mendidik dan membina anak agar dapat melejitkan potensi anak.
Secara praktisnya kiat memahami anak-anak yang perlu kita ketahui, yaitu:
1. Dunia anak, dunia bermain.
Dunia anak-anak adalah dunia bermain, hampir semua kegiatannya adalah bermain. Bermain sambil belajar (belajar sambil bermain), mengeksprolasi benda-benda yang ada di sekitar mereka merupakan kegiatan yang menyenangkan. Arahkan pada permainan yang merangsang pertumbuhan otak dan phisiknya. Perhatikan dalam memilih mainan untuk anak-anak ataupun memilih permainan anak.
2. Suka meniru.
Entah kita sadar atau tidak, apa yang kita ucapkan, kita lakukan, tentu akan ditiru anak-anak. Makanya kita sebagai orang tua harus memberikan contoh yang baik pada anak-anak. Anak-anak adalah cermin orang tuanya. Tapi bukan hanya dari orang tua saja, anak-anak akan meniru dari lingkungan sekitar atau media lain seperti televisi. Orang tua harus selektif dalam hal ini.
3. Masih berkembang.
Anak-anak masih berkembang baik secara fisik maupun phikis. Dengan melalui beberapa tahap, akan membentuk kepribadian anak itu sendiri.
4. Anak-anak tetaplah anak-anak.
Mereka belum dewasa, maka jangan dibandingkan dengan orang dewasa. Baik dari pola pikirnya, apalagi dari phisiknya.
5. Kreatif.
Selain tumbuh dan berkembang, anak-anak adalah pribadi yang kreatif, suka bertanya, rasa ingin tahu yang tinggi, suka berimajinasi. Kalau anak bertanya tentang sesuatu, jawablah sesuai usia anak. Penjelasan yang berbelit-belit akan susah diterima anak. Sampaikanlah dengan bahasa anak-anak, bahasa yang mudah di mengerti, sesuai kemampuan mereka dalam menerima informasi baru.
http://seputarduniaanak.blogspot.com/2009/09/kiat-memahami-anak-setiap-orang-tua.html

Alasan Memahami Kerakter Anak

Beberapa hal menjadi alasan pentingnya memahami karakteristik anak usia dini. Sebagian dari alasan tersebut dapat diuraikan sebagaimana berikut :
a. Usia dini merupakan usia yang paling penting dalam tahap perkembangan manusia, sebab usia tersebut merupakan periode diletakkannya dasar struktur kepribadian yang dibangun untuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu perlu pendidikan dan pelayanan yang tepat.
b. Pengalaman awal sangat penting, sebab dasar awal cenderung bertahan dan akan mempengaruhi sikap dan perilaku anak sepanjang hidupnya, disamping itu dasar awal akan cepat berkembang menjadi kebiasaan. Oleh karena itu perlu pemberian pengalaman awal yang positif.
c. Perkembangan fisik dan mental mengalami kecepatan yang luar biasa, dibanding dengan sepanjang usianya. Bahkan usia 0 – 8 tahun mengalami 80% perkembangan otak dibanding sesudahnya. Oleh karena itu perlu stimulasi fisik dan mental.
Ada banyak hal yang diperoleh dengan memahami karakteristik anak usia dini antara lain :
a. Mengetahui hal-hal yang dibutuhkan oleh anak yang bermanfaat bagi perkembangan hidupnya.
b. Mengetahui tugas-tugas perkembangan anak sehingga dapat memberikan stimulasi kepada anak agar dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan baik.
c. Mengetahui bagaimana membimbing proses belajar anak pada saat yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.
d. Menaruh harapan dan tuntutan terhadap anak secara realistis.
e. Mampu mengembangkan potensi anak secara optimal sesuai dengan keadaan dan kemampuan.
Dalam rangka memberikan perhatian, mengingat keberadaan anak dipahaminya sebagai sebuah amanah dan anugerah yang diberikan Allah padanya. Sekiranya saya ingin menghanturkan kalamullah sebagai berikut:

1. Kehadiran disebut berita gembira.
يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا (٧)
Hai Zakaria, Sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia. (QS. Maryam: 7)

2. Anak adalah hiburan karena mengenakkan pandangan mata.
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا (٧٤)
Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan Jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. al-Furqan: 74)

3. Anak adalah perhiasan hidup di dunia.
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلا (٤٦)
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. al-Kahfi [18]: 46)

4. Anak juga sebagai bukti kebesaran dan kasih sayang Allah SWT, pelanjut, penerus dan pewaris orang tua, tetapi sekaligus ujian”
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (١٥)
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. at-Taghabun: 15)

5. Anak bukan bagai selembar kertas kosong melainkan ia terlahir dengan fitrah tauhid
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ (٣٠)
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. ar-Ruum [30]: 30). 

Barulah pengaruh lingkungan akan menentukan proses kehidupan anak. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud yang artinya, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi”.

Jadi, pembentukan karakter seorang anak dimulai dari orang tuanyalah baru pengaruh lingkungan. Jika dari rumahnya saja anak tidak terbentuk karakter yang diharapkan Allah dan Rasul-Nya maka setelah anak berkontaminasi dengan lingkungan akan sangat mudah mengikuti arus. Arus saat ini tidak mengkondisikan anak menjadi karakter anak sholeh(ah).

Karakter Anak secara khusus
Secara khusus, karakter ini akan terjadi secara alami dalam hal merawat, mendidik dan membina anak agar dapat melejitkan potensi anak. Tergantung apa yang diberikan orang tuanya dan apa yang dilakukan kedua orang tuanya serta kebiasaan kedua orang tuanya.
Awal Pendidikan Anak
Pendidikan yang diperintahkan oleh Allah SWT sebagaimana terdapat dalam QS. Lukman ayat 13 – 19, dimana ayat tersebut menjelaskan bahwa ayat ini memberikan metode kepada kita bagaimana merawat, mendidik dan membina anak-anak kita agar mereka dapat mengenal diri mereka dan mengembangkan serta melejitkan potensi mereka. Dari ayat tersebut, kita dapat merumuskan metode merawat, mendidik dan membina anak-anak, adalah sebagai berikut:
1. Tanamkan cinta kepada Allah dengan akidah yang lurus, maka ingatkan anak dengan perkataan laa tusyrik billaah (tidak menyekutukan/mensyirikkan Allah). Sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah kezaliman yang besar.
2. Ajaklah anak untuk melakukan amal perbuatan yang baik termasuk berbakti kepada kedua ibu dan bapaknya; ibunya yang telah mengandung dalam keadaan lemah yang terus bertambah dan menyapihnya dalam dua tahun.
3. Ajaklah anak bersyukurlah kepada Allah setiap rasa nikmat yang didapatkannya.
4. Ingatkan anak selalu hanya kepada Allah-lah tempat kembalinya. Maka, (kelak akan) Allah beritakan kepadamu apa saja yang kamu kerjakan. Ingatkan nasehat Lukman kepada anaknya, ia berkata: ‘Ya Bunayyah, sesungguhnya tidak ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada di dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, pastilah Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui (Lathiipun Khabiirun)
5. Berlaku baik sama kedua ibu bapaknya dan ingatkan ketaatan anak hanya dalam hal ketaatan kepada Allah. Jika orang tuanya memaksa anak untuk mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentangnya atau bermaksiat kepada Allah, maka janganlah anak mengikuti keduanya. Dan ingatkan anak selalu mempergauli keduanya dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada Allah.
6. Ingatkan dan biasakan juga anak untuk mendirikan shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu, sesungguhnya yang demikian itu hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai
Inilah tahapan yang harus orang tua lakukan dalam merawat, mendidik dan membina anak-anaknya agar dikehidupan yang akan datang mereka siap menempuh hidup ini sesuai perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Bagaimana jika kita sudah melakukan semua tahap ini namun, kita belum memperoleh hasil yang diharapkan dari anak-anak kita, misalnya anak-anak bandel, tidak mau mendengarkan kata orang tuanya? Apa yang mesti kita lakukan sebagai orang tua terhadap anak-anak tersebut? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka mesti kita harus betul-betul mengetahui akar persoalan yang dihadapi anak bukan langsung memarahi dan memukuli anak karena tidak mau mendengar kata orang tuanya.

Posisi Anak dalam Islam
Anak memiliki posisi yang istimewa dalam Islam. Selain sebagai cahaya mata keluarga, anak juga merupakan pelestari pahala bagi kedua orang tuanya. Bagi sebuah keluarga, anak adalah penerus nasab (garis keturunan). Rasulullah saw. bersabda:
إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَّةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ
Bilamana manusia telah meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga hal: (1) sedekah jariah; (2) ilmu yang bermanfaat; (3) anak shalih yang mendoakannya. (HR al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).
Anak-anak shalih akan senantiasa mengalirkan pahala bagi kedua orang tuanya sekalipun keduanya telah wafat. Dengan demikian, selayaknya orangtua Muslim memperhatikan pendidikan anak-anaknya agar mereka menjadi shalih dan shalihah. Kesadaran terhadap pentingnya mendidik anak shalih akan memotivasi setiap orangtua Muslim untuk memperhatikan pendidikan dan pembinaan anak-anaknya agar menjadi pribadi-pribadi yang mulia. Jangan sampai anak keturunannya tergelincir ke jurang neraka disebabkan oleh ketidakpahaman terhadap Islam dan hukum-hukumnya. Perhatian terhadap pendidikan yang menghasilkan iman dan takwa yang kuat akan menjadi perhatian bagi setiap keluarga muslim. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri kalian beserta keluarga kalian dari siksa api neraka (QS at-Tahrim [66]: 6).
Bagi sebuah bangsa dan negara, anak adalah generasi penerus masa depan. Anak pada masa depan adalah aset sumberdaya manusia yang sangat berharga serta menentukan jatuh bangunnya sebuah bangsa. Anak juga menjadi pewaris generasi yang akan datang. Perhatian terhadap pentingnya kelanjutan generasi masa depan yang akan menjadi pemimpin bagi umat Islam, tergambar dalam al-Quran tentang sifat-sifat ‘Ibâd ar-Rahmân (Hamba Allah Yang Maha Pengasih), yakni orang-orang yang juga senantiasa memikirkan masa depan umat Islam.
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, anugerah-kanlah kepada kami istri-istri dan anak-anak yang menggembirakan hati kami, dan jadikanlah kami sebagai pemimpin orang-orang yang bertakwa.” (QS al-Furqan [25]: 74).
Perhatian Islam terhadap anak menunjukkan pentingnya posisi anak dalam ketahanan masyarakat dan negara. Generasi yang memiliki keimanan dan ketakwaan yang tinggi terhadap Allah SWT akan mengisi setiap ruang kehidupan umat Islam. Sebagai individu mereka akan mampu mengokohkan ketahanan keluarga dari berbagai serangan kerusakan pemikiran yang berasal dari selain Islam. Keluarga Muslim yang dijiwai oleh keimanan dan ketakwaan akan menjadi keluarga yang solid yang menghasilkan sumberdaya manusia Muslim tangguh yang akan berkontribusi bagi kemajuan umat. Sebagai bagian dari masyarakat Muslim, generasi Muslim akan senantiasa berperan meluruskan setiap penyimpangan kebijakan yang terjadi di tengah masyarakat. Bila generasi ini menjadi pemimpin masyarakat dan bangsa, maka ia akan membawa bangsa dan negaranya menjadi pemimpin umat yang menebarkan kemuliaan Islam di segala penjuru.

Kewajiban Memenuhi Hak-hak Anak
Itulah sebabnya perhatian terhadap anak dan pemenuhan hak-hak mereka menjadi hal yang sangat penting. Hak-hak ini dirumuskan berdasarkan dalil-dalil syariah, antara lain:
1. Hak hidup.
Anak memiliki hak hidup, sejak dalam kandungan. Untuk itu Islam mewajibkan seorang ibu memelihara janin dalam kandungannya dan mengharamkan aborsi bagi janin yang telah ditetapkan hak hidupnya. Hak hidup pada anak juga dapat dilihat ketika Islam mengatur penangguhan hukuman pada wanita hamil. Allah SWT berfirman:
وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi mereka rezeki dan juga kalian. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa besar (QS al-Isra’ [17]: 31).

2. Hak mendapatkan nama yang baik.
Islam menganjurkan para orangtua untuk memberikan nama yang baik untuk anaknya, yakni nama yang memberikan identitas Islam, harapan serta doa kebaikan bagi mereka. Abul Hasan meriwayatkan bahwa suatu hari seseorang bertanya kepada Rasullulah saw., “Ya Rasullulah, apakah hak anakku dariku?” Nabi saw. menjawab, “Engkau membaguskan nama dan pendidikannya, kemudian menempatkannya di tempat yang baik.”
Rasullulah saw. juga bersabda, “Baguskanlah namamu karena dengan nama itu kamu akan di panggil pada Hari Kiamat nanti.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Hibban)

3. Hak penyusuan (radha’ah).
Anak berhak mendapatkan penyusuan selama dua tahun (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 233).
Jika ibu tidak mampu menyusui karena kelemahannya atau bercerai dengan ayah si anak kemudian menikah lagi dengan suami lain sehingga terkendala dalam memberikan ASI maka Islam mensyariatkan kebolehan ayah untuk mengupah wanita lain menyusui anaknya (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 233).

4. Hak pengasuhan (hadhanah).
Anak juga berhak mendapatkan pengasuhan yang baik. Islam mengatur hak pengasuhan sekaligus kewajiban pada pihak tertentu. Dalam hal ini adalah pihak ibu yang lebih utama dalam pengasuhan ini. Rasullulah saw. pernah ditemui seorang wanita, ia berkata, “Wahai Rasullulah, sesungguhnya anakku dulu dikandung dalam perutku; susuku sebagai pemberinya minum dan pangkuanku menjadi buaiannya. Ayahnya telah menceraikanku, tetapi ia hendak mengambilnya dariku.” Kemudian Rasullulah bersabda, “Engkau lebih berhak kepadanya selama engkau belum menikah lagi.”

5. Hak mendapatkan kasih sayang.
Anak berhak menerima kasih sayang dari orangtuanya dan orang-orang dewasa di sekitarnya. Rasullulah saw. memberikan keteladanan bagaimana mengasihi anak-anak. Sabda Rasullulah saw., “Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling penyayang kepada keluarganya.”

6. Hak mendapatkan perlindungan dan nafkah dalam keluarga.
Ketika Islam memberikan kepemimpinan kepada seorang ayah di dalam keluarga, saat itulah anggota keluarga yang lain, termasuk anak di dalamnya, mendapatkan hak perlindungan dan nafkah dalam keluarga. Allah SWT berfirman:
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf (QS al-Baqarah [2]: 233).

7. Hak pendidikan dalam keluarga.
Rasullulah saw. mengajarkan betapa besarnya tanggung jawab orangtua dalam pendidikan anak. Beliau bersabda, “Tidaklah seorang anak yang lahir itu kecuali dalam keadaan fitrah. Kedua orangtuanya yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR Muslim).

8. Hak mendapatkan kebutuhan pokok sebagai warga negara.
Sebagai warga negara, anak juga mendapatkan haknya akan kebutuhan pokok yang dijamin pemenuhannya oleh negara kepada seluruh warga negara. Kebutuhan itu meliputi: pendidikan di sekolah, pelayanan kesehatan dan keamanan. Hal ini merupakan pelaksanaan kewajiban negara kepada rakyatnya, sebagaimana sabda Rasullulah saw., “Imam (pemimpin, kepala negara) adalah bagaikan penggembala; ia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya.” (HR Ahmad, asy-Syaikhan, at-Tirmidzi dan Abu Dawud, dari Ibnu Umar).

Dengan pemenuhan hak-hak anak oleh setiap pihak yang bertanggung jawab, maka anak-anak akan dapat tumbuh dan berkembang menjadi generasi berkualitas.

Hanya Khilafah Pelindung Generasi

Setiap sistem yang bersumber dari selain Allah SWT, senantiasa bersifat bathil atau berpeluang masuknya kebatilan. Dalam persoalan perumusan hukum, baik demokrasi kapitalis ataupun sosialis, akan tetap selamanya rusak dan merusak manusia, karena dibangun di atas asas liberal yang membebaskan manusia untuk memilih aturannya sendiri.

Sebagai bangsa yang mayoritas Muslim dan sebagai konsekuensi dari keimanan kepada Allah SWT, maka tak ada solusi lain selain mengembalikan seluruh persoalan ini kehadapan syariah Islam (Lihat: QS Yusuf [12]: 40; al-Maidah [5]:50).

Penyelesaian berbagai persoalan anak meliputi penyelesaian problem ekonomi, pendidikan, sosial, hukum yang memerlukan penataan sistem politik yang menyeluruh. Orang-orang seperti Robot Gedeg dan Babe tidak akan berkeliaran mengintai anak-anak yang akan dijadikan korban, karena sanksi Islam yang tegas terhadap pelaku homoseksual. Orang-orang lemah tidak akan tumbuh menjadi sosok-sosok seperti Babe, karena negara menjamin penyelesaian persoalan kemiskinan mereka. Negara wajib menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas, fasilitas kesehatan yang mudah diakses dan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak. Semua ini hanya akan terwujud dalam naungan Khilafah Islamiyah. Sistem inilah yang akan menjamin kepemimpinan yang bertanggung jawab; sebuah makna tanggung jawab yang sesungguhnya karena merupakan konsekuensi dari keimanan kepada Allah SWT. Pertanggungjawaban ini tidak mungkin dijalankan secara main-main, karena akan berhadapan dengan Allah SWT, Yang Mahaagung, Mahakuasa dan Maha Mengawasi.

Sebelum kita memulai pada anak-anak maka kita harusnya lebih dahulu memberikan contoh teladan yang baik kepada anak. Dari kitalah anak memiliki kepribadian yang kokoh tak tergoyahkan.
Wallahu’alam biash showab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar