Rabu, 23 Februari 2011

Para Syuhada Khilafah Di Tangan Sang Diktator Qaddafi


Novel dengan judul: Fi Bilâ…dir Rijâl (Di Negeri Para Pahlawan) oleh penulis Libya, Hisyam Mathar, menceritakan tentang kediktatoran rezim Gaddafi dan penindasan yang dilakukannya terhadap orang-orang Libya. Kami di sini tidak akan memaparkan aspek sastra novel ini, apalagi aspek pemikiran, yang menjadikan demokrasi sebagai alternatif paling baik untuk menggantikan kediktatoran. Namun, kami ingin menunjukkan bagaimana insiden eksekusi mati yang dilakukan oleh musuh Allah, Muammar Gaddafi terhadap sekelompok aktivis Hizbut Tahrir terbaik di Libya.

Jamil Salahut mengometari novel itu tentang bagaimana rezim Muammar Gaddafi yang diciptakan oleh Inggris ini, setelah 9 tahun berkuasa, telah melakukan kejahatan yang begitu mengerikan, dengan mengeksekusi mati 13 aktivis Islam, di antara para aktivis Hizbut Tahrir, pada bulan Ramadhan tahun 1978 M.

Sungguh, mereka itu adalah para aktivis yang telah mengabdikan diri mereka untuk membela agama Allah Swt, dan menerapkan Islam, meskipun mereka berada dalam situasi dan kondisi yang sangat buruk, yang mengharuskan mereka berpikir banyak. Akan tetapi dengan pemikiran dan tujuan mereka yang mulia yang diridhai Islam, mereka kembali kepada Tuhan mereka sebagai syahid, yang in syâ’ Allah mereka menduduki posisi sayyidusy syuhadâ’ (pemimpin para syahid). Dengan ini mereka menjadi bahan bakar gerakan, dan meraih kemenangan dengan mendapatkan ridha Allah Swt.

Penulis novel tersebut mengatakan, seperti yang dipublikasikan oleh kantor berita Ma’an: “Saya ingatkan bahwa pada akhir tahun 1978 M. rezim Muammar Qaddafi telah mengeksekusi mati empat belas aktivis Hizbut Tahrir, yang dikenal bahwa Hizbut Tahrir ini tidak mengizinkan penggunaan kekerasan atau fisik dalam melakukan aktivitas dakwahnya, dimana senjata satu-satunya adalah pemikiran, dan melawan argumentasi dengan argumentasi. Bahkan karakter dakwah Hizbut Tahrir yang seperti ini, sudah dikenal oleh semua orang.

Mereka yang di antaranya berprofesi sebagai guru itu dieksekusi di sekolah mereka, di depan anak-anak mereka, dan para siswanya. Sehingga insiden itu telah menciptakan ketakutan yang luar biasa dalam jiwa semua orang. Mereka dieksekusi di tengah-tengah sorakan dan tepuk tangan para intelijen dan rekan-rekannya; serta di tengah-tengah tetesan air mata dan kesedihan keluarganya, yang tidak mampu berbicara meski hanya sepatah kata.

Kantor Media Hizbut Tahrir di Palestina telah menyebutkan beberapa rincian tentang insiden eksekusi mati terhadap mereka para pahlawan pada tanggal 11/6/1983 M. Dan di sini kami akan menyebutkan kembali nama-nama mereka sebagai bentuk penghargaan kami atas pengorbanan mereka yang sangat mulia: (1) Nashir Surais, (2) Ali Ahmad Iwadhullah, (3) Badik Hasan Badar (warga Palestina), (4) Namer Salim Isa, (5) Abdullah Hamudah, (6) Abdullah al-Maslati, (7) al-Kurdi, (8) Shaleh Nawal, (9) keponakan (Shaleh Nawal), dan (10) Muhammad Muhazhab Havan.

Mereka dieksekusi mati di sekolah-sekolah dan universitas, di depan para guru, dosen, murid dan mahasiswa, serta di depan keluarga dan anak-anak mereka. Ada di antara mereka yang masih hidup setelah dieksekusi, lalu mereka kembali menggantungnya, kemudian membawanya turun, mengikatnya di mobil, dan menyeretnya. Insiden mengerikan itu dipertontonkan di depan para guru, dosen, murid dan mahasiswa.

Adapun tiga syahid lainnya, mereka adalah: (1) Dr. Majid al-Qudsi al-Douwik (warga Palestina), (2) Muhamad Bayoumi, dan (3) al-Faquri.

Mereka meraih syahid dengan penyiksaan para intelijen di Tripoli. Semoga Allah melaknat para penguasa zalim dan para kaki tangannya.

Dr. Fathi Al-Fadhli dalam situs miliknya menulis kisah tentang pelaksanaan eksekusi mati terhadap salah satu pahlawan, yaitu Muhammad Muhazhab Havan. Ketika membaca kisah ini tidak seorangpun yang mampu menahan tetesan air matanya sekalipun ia berusaha menahannya. Ia menulis dengan judul: “Syahid Ideologis“.

Dalam hal ini, asy-Syahid Muhammad Muhazhab Havan berseberangan dengan Mayor Basyir Huwadi, dan Mayor Umar Mahisyi, dimana keduanya adalah Anggota Dewan Komando Revolusi, dalam sebuah club yang dikenal dengan club pemikiran revolusioner, yang diadakan pada bulan Mei 1970 M. Asy-Syahid Muhammad Muhazhab Havan juga berseberangan dengan Muammar Qaddafi.

Pandangan yang dikemukan asy-Syahid dalam dialog tersebut lebih dalam dan lebih objektif dari pada apa yang dikemukakan Muammar Qaddafi, dan apa yang dikemukakan Anngota Dewan Komando Revolusi. Bahkan pandangannya dihiasi kecerdasan dan pandangan ke depan, serta pemahaman akurat terkait medan politik di Libya dan dunia Islam. Dan mungkin itulah awal api kebencian tertanan dalam jiwa mereka terhadap asy-Syahid Muhammad Muhazhab Havan.

Asy-Syahid dieksekusi setelah sepuluh tahun diintimidasi, ditahan dan disiksa agar asy-Syahid membuang ideologinya. Namun iman, tekad, dan kemauan asy-Syahid melebihi ambisi para tiran dan persepsi mereka. Sehingga siksaan, godaan, dan intimidasi tidak mampu menggoyahkan tekad asy-Syahid dan teman-temannya untuk membuang ideologinya meski hanya sehelai rambut, atau lebih kecil dari itu. Dengan demikian sikapnya ini, menjadi contoh yang indah dan sempurna tentang keteguhan dalam mempertahankan nilai dan ideologi yang diimaninya, dan yang karenanya ia hidup, serta rela membayarnya sekalipun dengan harga yang sangat mahal.

Dr. Fathi Al-Fadhli menambahkan tentang perlawanan asy-Syahid terhadap Gaddafi. Asy-Syahid Muhammad Muhazhab Havan bisa saja keluar dari penjara ketika ia ditawari untuk menjualan harga dirinya, namun ia lebih memilih jalan para syahid dan orang-orang shaleh.

Beberapa dari kalian mungkin ingat bahwa sikap asy-Syahid Havan yang dicatat oleh sejarah, maka sikap itulah yang menghantarnya kembali pada Tuhannya dengan membawa kemulian dan kebanggaan. Ketika si zalim Muammar Qaddafi mengancamnya bahwa asy-Syahid akan dipenjara seumur hidup, maka asy-Syahid membalasnya dengan tegas buah dari kekuatan dan ketulusan imana: “Sungguh dipenjara seumur hidup itu merupakan kebanggaan dan kehormatan bagi saya.” Dan mungkin sikap inilah yang mengubah hukumannya hingga akhirnya dijatuhi hukuman mati.

Persatuan Mahasiswa Libya sangat menghormati asy-Syahid. Mereka mengadakan konferensi mahasiswa Libya ketiga yang diselenggarakan pada bulan November 1403 H. (Agustus 1983 M.), dengan tema “Konferensi Asy-Syahid Muhammad Muhazhab Havan Untuk Esok Yang Lebih Baik”. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!

Sungguh, pengorbanan mereka itu tidak hilang sia-sia. Hari ini seruan kepada Khilafah telah menggoncangkan dan mengalahkan setiap pikiran (ide) yang tidak Islami; menembus perbatasan dan penghalang; mencapai semua wilayah; membuat takup para raja; dan memerangi negara-negara besar dan kecil. Sehingga, mereka tidak mampu lagi untuk menghentikannya. Seruan kepada Khilafah akan terus berlanjut dengan izin Allah hingga sampai pada tujuannya, yaitu kembalinya umat Islam sebagai umat terbaik, dan kembalinya negara Islam sebagai negara nomor satu di dunia. Dengan demikian, Islam akan mewarnai seluruh dunia (pal-tahrir.info, 11/5/2010).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar